Give Me Your Smile, Before Late.
Pagi itu, Cahaya sedang termenung di atas kursi roda kesayangannya itu. Dia menatapi bunga-bunga yang sedang menari-nari karena terhembus oleh angin yang tidak begitu kencang. Terlihat senyuman yang sangat indah dan tulus di bibirnya itu. Semenjak kecelakaan yang menimpanya saat dia masih bersama kekasihnya yang dahulu bersamanya namun kini telah tiada saat kecelakaan itu terjadi. Sejak itulah ia sering menyendiri dan suka memandangi bunga-bunga yang mekar dengan indah di halaman rumahnya. Dari kejauhan terdengar suara langkah kaki dan orang itu langsung memeluk Cahaya dari belakang.
“Pagi Cantik…” Seru Dewi, sahabatnya Cahaya yang selalu setia berada di sampingnya.
“Pagi juga Dewi cantik.” Balasnya sambil tersenyum ke arah Dewi.
“Pagi ini sahabatku sudah sarapan belum?” Tanyanya dengan lembut.
“Udah kok, kamu tenang saja yah.” Jawabnya dengan santai.

Setelah itu, Cahaya meminta Dewi untuk menemaninya berkeliling komplek di daerah rumahnya. Mereka langsung keluar dari halaman itu dan segera berkeliling komplek. Pagi ini banyek sekali yang jogging dan juga ada banyak keluarga yang sedang berbahagia. Cahaya merasa senang sekali masih bisa menghirup udara yang segar ini.
“Dew, kita ke taman itu yuk, aku sudah lama tidak duduk di bangku itu.” Seru Cahaya sambil menunjuk ke arah kursi taman yang berwarna coklat tepat di bawah pohon beringin yang berdiri dengan kokohnya.
Dewi segera mendorong kursi roda Cahaya menuju tempat itu. Dan dia juga membantu Cahaya turun dari kursi rodanya. Cahaya tampak bahagia sekali pagi ini.
“Cantik, kenapa dari tadi aku liat kamu tersenyum terus?” Tanyanya Dewi sambil memberikan sebuah teh botol ke Cahaya.
“Karena kalau aku tidak tersenyum, mana ada yang mau tersenyum kepadaku,  aku merasa beruntung sekali masih bisa melihat dunia yang hampir rapuh ini, andaikan saja Dejan masih ada di dunia ini, lengkap sudah kebahagiaanku ini.” Jelasnya panjang lebar.
“Iya aku udah tahu kalau yang itu, aku juga merasa kehilangan Dejan, dia itu baik, sayang, perhatian, dan juga cowok paling Setia sedunia. He..he..he” Dewi tertawa terbahak.
“Iya, andaikan saja kecelakaan itu tidak merenggut nyawanya, aku pasti akan bahagiiiaaa sekali.” Seru Cahaya sambil teriak.
 “Oiya Cantik, Aku belum begitu paham tetang kejadian tiga tahun yang lalu itu, kamu kan ceritain ke aku Cuma pas kecelakaannya ajah, coba dong cerita lagi.” Pinta Dewi sambil merengek.
“Iya…iya, sakit nih lengan aku kamu pegang kenceng banget.” Jawabnya sambil tersenyum.
Dan si Cahaya memulai ceritanya dari pas Dejan mengajaknya pergi seharian karena tepat pada waktu itu juga Dejan di suruh pergi ke Australia untuk melanjutkan studynya.
****
“Sayang besok aku mau ngajak kamu ke tempat yang gak mungkin kamu dan aku lupain seumur hidup, mau ya?” Seru Dejan kepada Cahaya.
“Iya sayang, aku pasti mau kok.” Jawabnya sambil tersenyum indah.
“Makasih Cantik..” Seru Dejan sambil mencubit kedua pipinya Cahaya yang sangat empuk itu.
Cahaya merintih kesakitan karana Dejan mencubit pipinya dengan keras, dia mengejar Dejan yang berlari ke balik pohon. Cahaya tidak mau kalah, ia harus bisa membalas cubitan yang membuat pipinya itu merah. Mereka saling berkejaran di taman. Dan Dejan akhirnya menyerah juga, ia rela tubuhnya di hujani cubit-cubitan.
Hari telah menjelang sore. Dejan mengantar Cahaya pulang yang rumahnya tidak jauh dari taman itu. Setelah sampai di depan gerbang rumahnya, Dejan mengecup keningnya Cahaya.
“Aku sayang banget sama kamu.” Serunya setelah mencium kening kekasih tercintanya itu.
“Aku juga sangat menyayangi kamu.” Balasnya sambil tersenyum ke arah Dejan.
Di dalam kamarnya, Cahaya membaringkan tubuhnya di atas kasur empuknya. Di tatap langit-langit kamarnya di langit-langit kamarnya itu terbayang wajah Dejan yang selalu membuat hatinya Ceria dan penuh Cinta. Senyum di bibirnya sangatlah menawan sekali. Bibirnya menguap lebar, matanya perlahan tertutup dan akhirnya dia tertidur lelap.
Di waktu yang bersamaan, Dejan juga sedang membayangkan wajah sang kekasih hatinya itu. Sambil meneguk teh manisnya Dejan memandangi langit yang di penuhi bintang dari halaman depan kamarnya.
“Cahaya, maafkan aku, aku basok harus pergi ke Australia untuk melanjutkan study S1 aku disana. Aku berharap kamu merelakan aku pergi untuk sesaat.” Serunya sambil menggengam sebuah liontin yang ingin ia berikan kepada Cahaya.
Dejan mengantuk dan pergi ke dalam kamarnya untuk beristirahat. Dengan selimut yang tebal, ia hangatkan tubuhnya yang mulai terserang dinginnya udara malam.
****
“Sayang, maaf aku terlambat.” Seru Dejan sambil memarkir motornya di halaman rumah Cahaya.
“Iya gak papa kok, aku juga baru ajah keluar dari rumah.” Balasnya dengan sikap yang ramah.
Cahaya saat itu terlihat sangat anggun dan cantik sekali memakai gaun wanra putih yang serasi dengan warna kulitnya yang juga putih.
“Kamu cantik banget.” Dejan terkagum.
“Baru tahu ya kalau aku Cantik???” Tanya Cahaya dengan pede.
“Udah dari dulu sayang…” Seru Dejan sambil mencubit hidung Cahaya.
“Kebiasaan nih kamu, sakit tauk.” Cahaya mengusap hidungnya.
“Iya maaf, yuk kita lets go.”
Cahaya langsung naik ke atas motornya Dejan. Segeralah motor itu melaju menuju tempat yang Dejan maksud. Sepanjang jalan, Cahaya memeluk Dejan dengan erat sekali. Dejan mengusap tangannya Cahaya yang sedang memeluknya. Dan tidak lama kemudian, mereka sampai di sebuah danau yang cukup bersih dan juga sejuk sekali. Dejan memarkir motornya di bawah pohon yang besar. Dejan mengajak Cahaya ke pinggir danau itu, dan menaiki sebuah perahu yang terbuat dari kayu yang kuat. Dejan mendayung perahu itu ke tengah danau yang airnya cukup tenang itu.
“Sayang sebelumnya aku mau minta maaf sama kamu.” Dejan membuka pembicaraan setelah lelah mendayung.
“Minta maaf tentang apa?” Tanya Cahaya heran karena tiba-tiba Dejan minta maaf begitu saja.
“Aku harus pergi dari Negara ini, walau Cuma empat tahun sayang, aku berat banget ninggalin kamu, aku di suruh sama Mama, untuk melanjutkan study S1 aku di sana.” Jelas Dejan.
Cahaya terdiam…
“Kenapa baru cerita ke aku? Kamu anggep aku kemana? Aku selalu cerita ke kamu kalau ada sesuatu yang kamu gak tahu tentang aku..!! “ Teriak Cahaya dan menangis karena berat untuk berpisah dengan Dejan.
“Untuk itu aku minta maaf sama kamu. Maafin aku sayaang, maafin aku…” seru Dejan sambil memeluk Cahaya.
“Kamu jahat… kamu jahat sayang…” tangisan Cahaya semakin menjadi-jadi.
“Maaf, aku berharap kita tidak akan terpisah walau harus menjalani Long Distance Relationship. Aku tetap berharap kamu mau jaga aku disini…” Seru Dejan sambil memegang bagian atas dadanya Cahaya. “Jaga cintaku di hatimu.” Sambungnya.
“I..iya aku akan jaga itu.” Balas Cahaya dengan nada yang berat.
“Sudah, hapus airmatamu, aku gak mau ngeliat kamu yang selalu ceria menjadi cengeng kayak gini.” Dejan menghapus airmata yang mengalir di pipinya Cahaya itu.
Cahaya berusaha mengatur tangisannya. Dan memeluk erat tubuh Dejan yang berada di depannya itu. Dejan mendayung lagi kembali ke tepian danau.
“Sayang, ku mohon jangan tangisi kepergianku, aku pergi Cuma sebentar.” Seru Dejan sesampainya di tepian danau.
“Iya, kamu lihat deh, aku udah gak nangis lagi kan.” Seru Cahaya sambil memperlihatkan wajahnya yang sembab itu.
“Iya kamu udah gak nangis lagi. Oya sayangku… Give Me Your Smile.” Seru Dejan sambil tersenyum dengan manis.
“Nanti ajah kalau sudah sampai rumah aku, aku kasih kamu lebih dari sekedar senyuman.”
“Tapi jangan sampai terlambat ngasih senyumannya, oke sayangku.”
Mereka langsung kembali pulang, seperti saat berangkat tadi. Cahaya memeluk Dejan dengan erat. Sesekali ia mengatakan aku sayang sama kamu Dejan. Dan di balas ucapan itu dengan Dejan.
“Sayang, walau apapun yang terjadi saat aku gak disini lagi, kamu harus tetap tersenyum supaya senyum kamu itu menghapus semua perasaan sedih kamu. Oke sayang, kamu harus janji yah.” Seru Dejan yang sedang memacu motornya.
“Iya aku janji.” Jawabnya sambil memeluknya makin erat.
Sedang asyik-asyiknya melajukan motornya dengan kencang tiba-tiba dari depan terlihat bus yang sedang ngebut dan remnya blong, bus itu langsung menyambar motor Dejan. Cahaya terpental dan kakinya terlindas oleh roda Bus itu, sementara itu Dejan sudah terbaring lemas tak bernyawa di pinggir trotoar yang telah di penuhi oleh darah yang masih segar berasal dari mulut dan hidung Dejan.
Dengan menahan sakitnya, Cahaya merangkak ke arah Dejan yang sudah tak bernyawa itu. Cahaya menangis sedih. Menjerit tak karuan. Langit tiba-tiba langsung ikut menangis. Hujan yang sangat deras itu mengalirkan darah segar dari pinggir trotoar itu menuju sebuah saluran air.
“DEJAAAAAANNNN.” Teriak Cahaya sekuat tenaga.
“KENAPA KALIAN CUMA MEMANDANG, APA KALIAN SENANG MELIHAT SEMUA INI, HAH, KALIAN MANUSIA BUKAN??? CEPAT TOLONG KAMI.” Teriak Cahaya yang jengkel melihat semua orang yang berkerumun tanpa membantu.
Semua orang langsung membawa mereka ke Rumah Sakit terdekat. Disana Cahaya hanya bisa menangis sedih. Cahaya telah mendapatkan pengobatan yang hasilnya tidak memuaskan, karena kakinya tidak dapat berdiri dengan tegak lagi dan harus setia bersama kursi roda yang akan menjadi teman setianya.
“Ini semua karena kamu, anak saya meninggal secara tragis.” Seru Ibunya Dejan.
“Ini semua sudah tadir Bu.” Seru sang Dokter untuk menenangkan mereka berdua.
Cahaya mamutar kursi rodanya dan meninggalkan ruangan itu. Ia menuju sebuah taman dan ia melihat bunga mawar yang mekar dengan indah. Airmatanya kembali jatuh mambasahi pipinya. Tak sanggup ia menerimanya.
****
“Sayang aku berjanji akan menepati janjiku sama kamu, aku akan selalu tersenyum agar aku gak terlalu larut dalam kesedihan yang mandalam, walaupun kini kau telah tiada, namun namamu akan selalu ada disini, di hati kecil ini, Oiya nih senyum cantik aku yang aku janjikan untukmu, maaf aku terlambat ngasih senyuman itu ke kamu, tapi aku yakin. Kamu pasti bisa melihat aku senyum tadi. Aku tetap akan menyayangimu sampai kapanpun.” Seru Cahaya di depan makamnya Dejan dan dia menabur kembang di atas makam kekasihnya itu.
Cahaya pulang kerumahnya dengan perasaan yang bercampur aduk. Namun sepanjang jalan menuju rumahnya, ia tersenyum dengan sangat cantik sekali.
“Non, kok senyum-senyum ajah sih.?” Tanya supirnya Cahaya.
“Iya nih pak, lagi mau senyum ajah.” Jawabnya singkat.
“Bapak stel-in radio yah non, biar ada hiburan.” Serunya sambil menyalakan radio tape yang ada di dalam mobilnya. Mencari saluran yang bagus. Dan akhirnya Cahaya memilih saluran dimana ada seseorang yang sedang curhat.
Pria yang sedang curhat itu bernama Dejan. Ia di tanyai sama penyiar. Kenapa dia meninggalkan kekasih hatinya. Dan pria itu menjawab. Memang itu sudah takdir yang telah di atur oleh Tuhan.
“Aku mau mengucapkan terima kasih ya sayang atas senyuman kamu yang sangat cantik tadi. Aku akan mempersembahkan sbuah puisi yang khusus untukmu.
GAGAL
Cinta…
Aku merasakan kegagalan..
Dalam membahagiakan hatimu..
Sungguh ku menyesal dengan semua ini.

Mungkin aku tak pantas jadi milikmu.
Kegagalan itu telah ku berikan
Ku ingin semua berubah

Cinta..
Hapuslah air matamu
Atas semua kegagalanku
Untuk menjadi yang terbaik

Janganlah kau tangisi
Diriku memang tak pantas kau miliki.
Meskipun dalam hati ini
Berharap bisa terulang kembali.
Masa-masa indah bersamamu..

“Dejaaan, kamu masih hidup?” Seru Cahaya di dalam hati.
“Cahaya, tetap jaga cintaku. Walau nanti kau telah bersama orang lain. Selamat tinggal.” Seru pria yang mengaku bernama Dejan itu, berbarengan dengan berakhirnya ucapan itu, saluran tadi berubah menjadi saluran yang kosong tanpa ada apa-apa.
Cahaya terkejut sekali akan semua itu, kenapa orang itu mengaku Dejan, dan orang itu juga menyebut namanya. Apa mungkin itu arwahnya Dejan? Itulah yang sering di pikirkannya.
Sejauh apapun cinta itu pergi. Takkan bisa menghapus rasa yang telah melekat di hati selama apapun itu.
****
“Gitu Dew ceritanya.” Seru Cahaya sambil mengusap airmatanya yang mulai menetes lagi.
“Sedih dan bikin terharu kisah hidup kamu Ya.” Dewi ikut menangis sedih.
“Sudah dong sahabatku yang cantik. Kamu jangan ikut-ikut menangis yah.” Itu udah lama banget kok.” Serunya menenangkan Dewi di dalam pelukkannya.
Cahaya akan memulai hidupnya dengan sejuta kenangan baru yang akan dia hadapi nanti. Masih banyak orang yang mendukung hidupnya dan juga banyak dukungan untuknya.
“Kita pulang yuk, udah siang nih, panas banget dan juga aku sudah lapar lagi nih.” Seru Dewi sambil memegang perutnya yang ramping.
“Iya, makan di rumah aku ajah. Oke” Seru Cahaya sambil mengacungkan jempolnya…


 
;